Dia Bukan Kakekku
Hello world !
Hari ini laki-laki tertampan di
rumahku berulang tahun. Usianya berapa ya? Hmm… Kasih tahu nggak yaaa? Mending
nanti aja deh kasih tahunya biar penasaran. Tapi, janji deh bakalan dikasih
tahu dengan syarat kalian ngikutin terus tulisan ini sampai habis. Oke ya? Oke deh.
Kuang lebih 20 tahun lalu aku
dilahirkan dari rahim seorang perempuan tercantik di rumah, salah satu
mujahiddah-nya Allah yang saat itu sedang berjuang mengenalkanku kepada dunia.
Berpindah dari dunia rahim ke dunia yang nyata dan juga tentunya dunia fatamorgana. Aku diangkatnya dan adzan mulai dikumandangkan dari bibir yang hangat terhembus nafasnya yang mulai detik itu juga dia aku panggil BAPAK.
Yap. Usianya 54 tahun, saat aku
dilahirkan. Orang bilang anugerah bisa memiliki anak perempuan satu-satunya yang berasal dari rahim seorang wanita yang sudah memasuki masa
menopause. Apalagi jarak aku dengan kakak di atasku adalah + 8 tahun. Itulah kekuasaan Allah, menjadikanku bagian dari hamba-Nya di dunia
ini untuk turut ber-wirrul walidaini kepada Bapak dan Ibu. Memberiku kesempatan untuk menemui beragam manusia, mencintai di antaranya juga membenci beberapanya.
Di usia yang saat itu dan sekarang
berganti beberapa tahun, orang menyangka kalau aku adalah seorang cucu bapak,
anak dari anak pertama bapak. Aku terbiasa dengan sebutan KAKEK untuk bapak
karena jarang ada bapak yang tertaut amat jauh dengan anaknya. Tapi, kenyataan
mengatakan demikian. Polosnya, aku tidak marah karena memang sejak SD aku
dikira tinggal bersama kakek dan nenek. (Padahal itu bapakku, woi. Gondok juga lama-lama =__=)
Hingga aku mulai beranjak remaja.
Aku mengira bapak adalah bapak yang sama dengan kebanyakan bapak di dekat
rumah—yang membiarkan anak gadisnya ditemui laki-laki. Aku salah besar.
Tahum 2010, sewaktu berlibur di
rumah mbah Putri di Jogja, aku sempat berkenalan dengan teman-teman remaja
masjid di masjid dekat rumah mbah. Selepas sholat Isya’, ada seorang teman yang
menemuiku dan duduk di depan teras rumah mbah putri. Kami mengobrol asyik
sampai bapak muncul di depan pintu. Tak lama setelah memandang laki-laki
yang sedang mengajakku ngobrol, beliau masuk. Aku merasa ada sesuatu yang aneh
dari diri beliau. Dan setelah kumpul-kumpul selesai, aku masuk ke dalam dan
bapak menemuiku sambil berkata,
“Awas
aja kalu rangking kamu turun.”
Omaigat!
Gara-gara ngobrol sesuatu dengan laki-laki, bapak langsung berkata demikian dan
setelah aku bertanya-tanya tak menemukan jawabannya, akhirnya aku tahu kalau
bapak cemburu. Orang tua juga bisa cemburu karena anak yang disayanginya,
dicintainya akan direbut oleh laki-laki lain. (Yang udah punya pasangan dan
merasa cemburu, udah tahu kan gimana rasanya?) Sejak saat itu, aku tidak berani
lagi menampakkan teman laki-lakiku di hadapan bapak. Kalau ada yang mau main ke
rumah, aku selalu mengalihkan ke tempat lain. (Ini juga alasan kenapa aku nggak
pacaran)
Sebagai anak perempuan yang terlahir
di kalangan laki-laki yang mendominasi di keluarga, tentunya sifat dan perilaku
berpengaruh kepadaku. Pakaian, cara berbicara, bertingkah laku semuanya seperti
laki-laki. Menjadi anak yang ‘bandel’? Sudah pasti. Pernah diikat bapak di
rumah karena suka main sampai Maghrib. Tapi, semua hanya sementara. Berlaku ketika aku masih berstatus anak-anak.
Beranjak remaja,
sudah mulai kerja dong otak gimana caranya meminimalisir kenakalan itu. Jadilah
kelas 2 SMP memutuskan untuk berjilbab dan menutup aurat. Meski kekhilafan dan
kenakalan masih lengket, tapi setidaknya ada beberapa hal yang dikurangi dari
perilaku dahulu yang sempat menyakiti perasaan ibu dan bapak. Dan betapa bahagianya
aku setelah mengetahui manfaat menutup aurat dan berjilbab bagi orang tua, khususnya bapak yaitu,
bisa mengurangi dosa bapak di akhirat. Setidaknya dengan demikian melunturkan
permintaan pertanggungjawaban bapak di akhirat kelak tentang penjagaan anak
gadisnya. Hingga nanti tanggung jawab itu akan beralih ke pria lain yang
memintaku secara baik-baik. (piwwwwwiiiiit)
Inilah yang membuatku pilu. Usiaku
yang bertambah, bapak juga akan semakin tua. Dan yang membuatku takut, beliau
pergi sebelum menemui menantu laki-lakinya dan membiarkan aku diwalikan oleh
orang lain nanti. Aku hanya meminta kepada Allah swt untuk selalu menyehatkan kedua
orang tuaku sampai nanti aku ditemui laki-laki itu.
74 tahun bukan usia yang muda lagi
tapi di hatiku kau tetap sama seperti pertama kali aku membuka mata dan melihat
bahwa kau laki-laki tertampan di dunia ini.
74 tahun bukan usia dimana kau bisa
bertindak tegas lagi tapi di mataku kau tetap bisa mendidikku melalui
kakak-kakak dan beberapa orang sukses di luar sana berkat kau yang dulu mendidik mereka sebagai seorang guru
74 tahun bukan usia dimana kau bisa
mengangkat beban berat lagi tapi bagiku dengan melihatmu melangkah dan masih
tegap mendirikan sholat, kau tetap menjadi laki-laki terkuat di hidupku
Pak… Aku mohon sehatkan terus badan
Bapak.
Pak… Aku tunggu di ruang tamu, berjabat
tangan dengan jodohku
Pak… Aku maklumi jika engkau
dihormati karena engkau mencetak orang-orang yang terhormat
Pak… Aku ingin engkau tersenyum di
akhirmu jika memang Allah telah membatasi kita karena engkau pantas tersenyum
setelah mendidik kami seperti ini
Pak… I love you
Sincerely Love,
Khimar Biru